Selasa, 09 Oktober 2012

0 Politik “PECI”

Mendengar kata “peci” kita bisa mengartikan dua hal, yang pertama peci yang sering disebut juga kopiah dan peci yang di singkat dari kata penaraci, sejenis miras (miras) lokal di pulau sumba. Tapi untuk saat ini kita bukan membahas peci sebagai kopiah tapi lebih kearah peran “peci” (miras) sebagai alat propaganda yang efektif di kehidupan bermasyarakat Sumba.
Peci yang di racik dari campuran gula sabu dan akar akaran telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Sumba, khususnya Sumba Timur sebagai wilayah penyuplai terbesar jenis minuman keras ini, hampir di beberapa wilayah di kota Waingapu gampang sekala kita menemukan kios kios kecil yang menjual peci, walaupun sudah seringkali di grebek ataupun ditangkap penjualnya tapi peredaran “peci” tetap saja marak dan mudah didapatkan.

Kegandrungan sebagian masyarakat sumba menikmati “peci” ternyata dilihat sebagai peluang bagi sekelompok oknum untuk menjadikan peci sebagai alat propaganda yang efektif khususnya dalam pemilu , pada pilkada legislatif beberapa waktu lalu “peci” tetap mengambil perannya yang cukup penting dimana beberapa calon legislatif menjadikannya senjata. Contohnya ketika di salah satu wilayah di pinggiran waingapu (maaf tak bisa disebut nama wilayah) salah seorang calon legislatif dari daerah tersebut tidak memiliki basis pemilih yang kuat, maka metode yng dipakai adalah menarik salah satu pemuda dari daerah tersebut dan memberikan modal untuk mengajak sebagian pemuda ataupun segelintir orang tua untuk menikmati “peci”, sambil menikmati “peci” para pemuda yang lainnya di doktrin untuk memilih salah satu calon dalam pemilihan legislatif. Dan sudah bisa di pastikan keuntungan di dapatkan oleh si calon anggota dewan tersebut. Pada hari pemilihan pemilih “si calon” melonjak dengan drastis.


Selain menjadi bagian penting dalam proses perpolitikan di sumba timur, peci juga mengambil penting di bagian lainnya, contoh kasus yaitu mengenai tender jalan di salah satu desa yang alokasi dananya dari kas desa, para kontraktor lokal yang masuk dalam pertarungan tender biasanya sering berkunjung ke beberapa aparatur desa tersebut, dan tak lupa beberapa liter “peci” katanya “biar ngobrolnya enak” padahal ada udang di balik batu yaitu dengan harapan mereka yang akan dipilih jadi pemenang tender.
Dari kedua contoh di atas jelas kita melihat “peci” mengambil peran yang cukup penting terlepas peci selalu digandeng dengan “uang pelicin” sebagai teman sejatinya. Yang menjadi pertanyaan apakah kita bisa menggantungkan harapan pada anggota dewan yang memakai “politik peci” yang dikategorikan politisi busuk ataukah kita menggantungkan harapan pada “kontraktor nakal” yang memenangkan tender dari cara kotor.
Semua pertanyaan itu kami kembalikan ke dalam hati nurani para pembaca, semoga dari tulisan ini kita bisa memahami manajemen strategi para “politisi busuk”

0 komentar:

Posting Komentar

 

Sumba timur bercerita Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates